P
|
engembangan bioenergi sebagai alternatif penyediaan energi menjadi
pertimbangan penting bagi dunia saat ini karena kelangkaan suplai dan harganya
yang semakin mahal. Sisi pendukungnya adalah ketersediaan teknologi yang mampu
menyediakan bioenergi dalam jumlah dan kualitas yang mampu setara dengan energi
konvensional.
Bioenergi adalah energi yang diperoleh dari sistem pemanenan energi
matahari yang diproses oleh tumbuhan, kemudian digunakan secara langsung atau
diolah untuk menghasilkan bahan baku penghasil energi.
Lalu, bagaimana cara mengidentifikasi suatu daerah memiliki potensi
sebagai penghasil energi? Bagaimana ekologi, ekonomi, dan sosial supaya mampu
menjadi penyedia bioenergi berkelanjutan? Tulisan ini berupaya menyajikan
prespektif tersebut dengan mengambil kondisi Kutai Timur sebagai daerah
contoh.
Landasan Pemikiran
Tiga landasan
pemikiran yang menjadi argumen penulis untuk menyajikan tulisan ini. Pertama,
posisi geografis dan luas wilayah Kutai Timur (Kutim). Posisi geografis yang
berhadapan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia sehingga prespketif energi
sebagai input ataupun output dapat berjalan dengan baik. Jika sebagai input
maka energi yang masuk (baik untuk energi pangan ataupun BBM), maka daerah ini
menjadi target pasar atau konsumen. Jika sebagai output maka Kutim akan menjadi
produsen energi. Kondisi ini sudah berjalan karena menjadi daerah penghasil
batubara untuk nasional dan internasional. Luas wilayah Kutim memungkinkan
untuk menjadi penghasil energi.
Kedua, sejak
awal berdiri Kutai Timur ini pada tahun 1998, telah mencanangkan agribisnis
menjadi prioritas pembangunan selain peningkatan kualitas dan kuantitas SDM
melalui pendidikan, dan perbaikan infrastruktur. Prioritas pembangunan pada sektor agribisnis
berimplikasi bahwa daerah pemekaran ini telah mempersiapkan diri menjadi
produsen energi pangan ataupun untuk energi industri. Energi pangan berarti
bagian wilayahnya diperuntukkan menghasilkan bahan pangan, dan selama ini
dikenal sebagai areal pengembangan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit ini
menghasilkan CPO untuk diolah menjadi minyak goreng, sabun, mentega dan
sebagainya. Energi industri maka prioritas wilayahnya juga untuk menghasilkan
bahan baku penghasil daya yang kelak menjadi pilihan pengganti bahan bakar
minyak, batubara, dan gas.
Landasan
pemikiran ketiga, ketersediaan teknologi yang memungkinkan bioenergi tersebut
dikembangkan di Kabupaten Kutai Timur. Ketersediaan teknologi itu terjadi jerih
payah para peneliti dari negera negara maju maupun negara-negara yang
berpikiran maju dan telah menyadari bahwa kebutuhan energi dunia terus
meningkat sedangkan penyediaannya akan semakin menipis jika hanya mengandalkan
dari energi fosil.
Berdasarkan pemikiran
Bauen, et al. 2009, pertimbangan
untuk mengembangkan bioenergy karena didasari lima argumentasi berikut ini:
1.
Mampu berkontribusi lebih besar
pada penyediaan energi utama dunia
2.
Secara nyata menurunkan emisi
gas rumah kaca dan memberikan manfaat bagi lingkungan
3.
Meningkatkan ketahanan energi
dan keseimbangan perdagangan energi dengan peran pengganti bahan bakar fosil
dengan biomassa domestik
4.
Peluang untuk pengembangan
ekonomi dan sosial bagi suatu wilayah
5.
Mendayagunakan limbah yang
selama ini menjadi masalah di suatu daerah dan mengubahnya menjadi satu
peluang.
Transfer Teknologi
Mungkin jadi ada
kekuatiran bahwa kesenjangan komunikasi antara negara maju dengan negara
berkembang akan menjadi penghalang terjadinya alih teknologi untuk menghasilkan
bioenergi? Ada kekuatiran SDM daerah tak mampu menerima teknologi tersebut?
Ataupun ada kekuatiran lain?
Untuk menjawab
pertanyaan yang mengandung kekuatiran itu, maka perlu dijelaskan kondisi
berikut ini. Negara-negara maju kuatir akan keterbatasan suplai energi dengan
harga yang semakin mahal. Belum lagi dampak ekologi yang terjadi jika
menggunakan energi nuklir seperti di Chernobil, Rusia atau punya yang baru baru
ini terjadi di Fukushima, Jepang.
Alternatif
solusinya adalah mendayagunakan potensi energi yang dimilikinya. Kondisi ini
mengakibatkan negara-negara maju memanfaatkan betul energi surya, angin,
gelobang, geothermal, dan biomassa yang dimilikinya.
Dukungan
tambahan adalah mengamankan suplai energi dari daerah tropis yang lebih
ditakdirkan lebih banyak kesempatan memanen energi surya melalui vegetasi yang
tersedia. Bagi negara-negara Eropa,
pengembangan bioenergi dari biomassa sudah menjalani pengembangan dalam skala
industri di negara-negara Amerika Latin seperti Brazil.
Negara negara di
Asia seperti Thailand, India, dan Malaysia, telah menjadi negara produsen
bioenergi yang menjadi eksportir energi ke Eropa. Hal ini berarti telah terjadi
proses alih teknologi untuk wilayah tersebut. Kondisi di Indonesia juga telah
terjadi dengan pembangunan pembangkit listrik berbahan baku biomassa di
Provinsi Bangka Belitung melalui mekanisme pembiayaan Clean Development
Mechanism (CDM).
Sumber Bioenergi
Penulis membagi enam
kelompok sumber bioenergi yang perlu dipertimbangkan untuk Kabupaten Kutai Timur
yaitu: (1) hutan alam dan hutan produksi; (2) perkebunan sawit dan karet; (3)
areal pertanaian tanaman padi; (4). Peternakan, dan (5) belukar dan padang
alang-alang, (6) limbah pedesaan/kota dan industri.
Produksi
Bioenergi
Untuk memghasilkan bioenergi, bahan baku
perlu diproses melalui dua metode konversi yaitu konversi termokimia dan
konversi biokimia.
Berdasarkan
penelusuran pustaka, konversi termokimia dapat dilakukan dengan pembakaran
langsung, pembakaran via boiller, mencampur bahan dengan batubara yang disebut
Co-firing), thermal proces heat and space heat, thermal gasification, pyrolisis
untuk mendapatkan bio-oil, Fisher-Tropsch Process, dan Haber-Bosh process.
Khusus untuk
pembakaran melalui boiler, maka dijumpai proses antara yaitu pellet,
torrefaction (pemanggangan), briket, dan kombinasinya.
Untuk konversi
biokimia, bahan baku energi diubah melalui proses anaerobic, fermantasi,
biobutanol, renewable diesel fuels,
dan straight vegetable oil
(SVO).
Bahan
Pertimbangan
Untuk pengembangan bioenergi di suatu
wilayah, pengambil keputusan atau harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu:
1.
Pasar atau pabrik pengguna dari
bioenergi?
2.
Apakah harga bioenergi lebih
murah daripada harga BBM?
3.
Sudah siapkah lahan digunakan
untuk produksi bioenergi?
4.
Kesiapan pemda membuat studi
kelayakan untuk mendapatkan keyakinan pelaksanaan program bioenergi ini?
Pada saat produksi bioenergi maka ada lima
hal yang dipertimbangkan yaitu lokasi dan luasan panen bahan baku, kualitas
produksi, transportasi terkait dengan upaya mengurangi biaya produksi, dan
gudang simpan (stockfile).
Daftar
Bacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar