Jumat, 11 Mei 2012

Kaltim: Gelap dan Lunglai di Tengah Lumbung Energi

Era keemasan batubara sedang berkibar di Kalimantan Timur. Melanjutkan era kayu gelondongan dan minyak yang kini hampir hampir jadi kenangan. Belum habis batubara, berkibar lagi perkebunan kelapa sawit.

Anugrah Ilahi pada sumberdaya alam minyak dan gas, kayu, batubara, serta kelapa sawit membuat Pulau Kalimantan, apalagi provinsi Kaltim jadi primadona bagi investor untuk menanamkan modalnya.

Namun ada ironi dalam primadona itu! Provinsi Kaltim belum menyadari dan menggali dengan serius potensi ini untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tak dapat dibantah, masih banyak kota yang akrab dengan kegelapan atau pemadaman bergilir karena penyediaan listrik yang minim. Masyarakat terpaksa swakelola menyediakan listrik. Jadilah beban hidup bertambah. Boleh jadi semakin runyam jika harga BBM juga naik.

Keseriusan pemerintah seharusnya tertuju untuk membantu PLN menggenjot suplai listrik. Bahkan mengurangi disparitas penyediaan listrik di pedalaman, dan kecamatan kecamatan di pesisir pantai sepanjang Kaltim.

Disparitas penyediaan sarana infrastruktur kelistrikan juga masih mencolok antara Utara-Selatan dari Kaltim. Di Selatan dan Pesisirnya, masih ada tanda tanda kehidupan dengan penerangannya. Ironis bagi Utara dan pedalamannya, masih gelap gulita dan terus bersabar menanti listrik. Kecuali Kota Tarakan yang cerdas mendorong tumbuhnya listrik dengan kebijakan tarif regional.

Kewajiban Provinsi
Pemerintah provinsi juga seharusnya aktif berpartisipasi untuk mengidentifikasi sentra kebutuhan listrik bagi masyarakat di wilayahnya. Tak tertinggal mencari solusi alternatif teknologi yang menggunakan prinsip energi baru atau efisiensi energi. Juga disokong dengan kebijakan pengalokasian sumber energi untuk pembangkit listrik. Nah yang terakhir memberikan dukungan pada swasta supaya aktif dan berminat menanamkan modalnya di bisnis ini.

Tantangan yang juga berat adalah memunculkan keberanian pelaku jasa keuangan, baik dari perbankan maupun lembaga keuangan non bank untuk membiayai pembangkit listrik. Kerikil kecil yang sering dikuatirkan adalah kekuatan teknologi. Ditambah kekuatiran penguasaan operasional dan pemeliharaan pembangkit listrik. Apalagi bagi pemain baru maupun peralatan yang berasal dari Cina. Padahal, kekuatiran ini tidak dibuktikan secara kasus per kasus namun digeneralisasi hanya berdasarkan "kabar burung".

Kemampuan analisis pelaku jasa keuangan harus ditambah dan diasah lagi. Apakah harus ditingkatkan sendiri? Ataukah kalangan praktisi yang memberikan pendekatan kepada mereka? Boleh jadi juga dibangun interkoneksi supaya ada aliran pengetahuan bahwa permasalahan yang dikuatirkan dapat diselesaikan dengan baik bagi praktisi.

Jika kita semua sebagai anak bangsa Indonesia yang berbakti di sisi praktisi pembangkit listrik ataupun lembaga keuangan maka negeri ini akan terjajah lagi dalam era globalisasi melalui sektor ekonomi.

Serangan ekonomi global menjadikan Indonesia sebagai target pasar dari setiap produk teknologi asing. Manca negara tak memberi kesempatan Indonesia untuk menjadi produsen, namun dijejali dengan aneka produk.

Kondisi ini, seharus menjadi bagian perhatian penting bagi  Kaltim dengan memacu sentra ekonomi terintegrasi. Konsep terintegrasi harus terwujud dengan dukungan awal tersedianya listrik.
Jika tak ada konsep yang jelas untuk membangun Kaltim maka bakal jadi Lemah dan Lunglai ditengah lumbung energi.

Sangatta, 5 Mei 2012.
http://www.facebook.com/notes/syukri-muhammad-nur/kaltim-gelap-dan-lunglai-di-tengah-lumbung-energi/393712760672797