Rabu, 12 Juni 2013

Siapa yang aku wakili di DPR?

Pertanyaan ini pasti muncul pertama kali dalam benak saya jika hendak menjadi wakil rakyat. Kelompok rakyat yang mana atau siapa yang saya wakili untuk menjadi anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, atau DPRD Pusat? Toh keberadaan di gedung saya di Dewan Perwakilan Rakyat tidak datang dengan sendirinya atau sekadar berkah dari langit.

Kehadiran saya menjadi wakil rakyat sudah pasti harus mewakili kelompok rakyat. Nah, pertanyaannya! Rakyat yang mana saya wakili? Apakah kelompok rakyat yang berstrata sosial konglomerat, pengusaha kaya raya, atau hanya semata kepentingan partai? Atau kelompok rakyat yang berprofesi sebagai petani gurem, petani pemilik lahan, petani pemilik dan pengolah lahan, pedagang kecil, pedagang kaki lima, supir dan pemilik kendaraan angkutan umum, nelayan dan buruh perikanan, guru dan tenaga honor guru, buruh kasar, kuli bangunan, atau pekerja kontrak dan pengangguran terbuka dan pengangguran yang belum sempat tertampung kembali dalam dunia kerja.

Penulis sengaja menggambarkan dua kubu kepentingan rakyat yang diwakili dan pasti berbeda motivasi perlakuan. Sudah pasti juga dukungan dan sambutan mereka jika penulis bertemu mereka. Pada kelompok pertama, konglomerat dan pengusaha kaya raya berorientasi pada kepentingan memperkaya diri atas nama pengembangan bisnis, pengamanan bisnis, dan mengatasi persaingan bisnis serta memperkuat bisnis. Tak jarang kepentingan ini dibungkus dalam pasal-pasal dan ayat ayat di dalam perundang-undangan yang diterbitkan di lembaga perwakilan rakyat.

Pada kelompok kedua yang benar benar berposisi pada kepentingan rakyat. Kepentingan utama mereka adalah perubahan nasib ke arah yang lebih baik. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, peluang yang lebih luas untuk berusaha, kemudahan dalam mendapatkan fasilitas pinjaman untuk modal investasi dan kerja, peningkatan fasilitas dan kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan,  mendapatkan rumah yang lebih layak, kesempatan dan terjangkau untuk mendapatkan pendidikan bagi anak anaknya, serta fasilitas infrastruktur jalan dan listrik di daerah usaha dan tempat tinggalnya yang lebih baik dan terjangkau dengan kondisi dan perkembangan ekonomi rakyat. Ketersediaan dan harga yang selalu normal dan tidak mengagetkan apalagi membingungkan pada bahan bakar minyak yang dibutuhkan rakyat. Lingkungan hidup di wilayah rakyat ini tidak semakin merosot dan apalagi mempercepat kedatangan bencana.

Deretan harapan dan sekaligus kepentingan rakyat itu yang wajib aku pelajari dan catat serta diperjuangkan dalam berbagai implementasi fungsi pengawasan dan penganggaran yang dibebankan di dewan perwakilan rakyat.

Hirarki kepentingan pribadi, golongan, etnis, agama, partai, harus selalu dibawah kepentingan rakyat sebagai salah satu unsur pilar negara. Jika urutan kepentingan ini terbolak balik, maka benturan kepentingan akan terjadi pada semua sisi rapat, bahkan pada sisi implementasi pembangunan yang akan dijalankan oleh pihak pemerintah. Akibatnya jadilah rakyat sebagai korban atau obyek pembangunan. Ironisnya pada tahap pemilu atau Pilkada, rakyat dicari cari dan berani dibayar suaranya. Bahkan seolah olah subyek awal dari sebuah tatanan bernegara maupun berpolitik dengan slogan "Suara rakyat adalah suara Tuhan".

Boleh dong, penulis berlogika jika wakil rakyat berani menipu suara rakyat yang diwakilinya, pasti dong sang wakil juga telah berani menipu Tuhannya.

Di angkasa Nusantara, 10 Juni 2013.

Jumat, 11 Mei 2012

Kaltim: Gelap dan Lunglai di Tengah Lumbung Energi

Era keemasan batubara sedang berkibar di Kalimantan Timur. Melanjutkan era kayu gelondongan dan minyak yang kini hampir hampir jadi kenangan. Belum habis batubara, berkibar lagi perkebunan kelapa sawit.

Anugrah Ilahi pada sumberdaya alam minyak dan gas, kayu, batubara, serta kelapa sawit membuat Pulau Kalimantan, apalagi provinsi Kaltim jadi primadona bagi investor untuk menanamkan modalnya.

Namun ada ironi dalam primadona itu! Provinsi Kaltim belum menyadari dan menggali dengan serius potensi ini untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tak dapat dibantah, masih banyak kota yang akrab dengan kegelapan atau pemadaman bergilir karena penyediaan listrik yang minim. Masyarakat terpaksa swakelola menyediakan listrik. Jadilah beban hidup bertambah. Boleh jadi semakin runyam jika harga BBM juga naik.

Keseriusan pemerintah seharusnya tertuju untuk membantu PLN menggenjot suplai listrik. Bahkan mengurangi disparitas penyediaan listrik di pedalaman, dan kecamatan kecamatan di pesisir pantai sepanjang Kaltim.

Disparitas penyediaan sarana infrastruktur kelistrikan juga masih mencolok antara Utara-Selatan dari Kaltim. Di Selatan dan Pesisirnya, masih ada tanda tanda kehidupan dengan penerangannya. Ironis bagi Utara dan pedalamannya, masih gelap gulita dan terus bersabar menanti listrik. Kecuali Kota Tarakan yang cerdas mendorong tumbuhnya listrik dengan kebijakan tarif regional.

Kewajiban Provinsi
Pemerintah provinsi juga seharusnya aktif berpartisipasi untuk mengidentifikasi sentra kebutuhan listrik bagi masyarakat di wilayahnya. Tak tertinggal mencari solusi alternatif teknologi yang menggunakan prinsip energi baru atau efisiensi energi. Juga disokong dengan kebijakan pengalokasian sumber energi untuk pembangkit listrik. Nah yang terakhir memberikan dukungan pada swasta supaya aktif dan berminat menanamkan modalnya di bisnis ini.

Tantangan yang juga berat adalah memunculkan keberanian pelaku jasa keuangan, baik dari perbankan maupun lembaga keuangan non bank untuk membiayai pembangkit listrik. Kerikil kecil yang sering dikuatirkan adalah kekuatan teknologi. Ditambah kekuatiran penguasaan operasional dan pemeliharaan pembangkit listrik. Apalagi bagi pemain baru maupun peralatan yang berasal dari Cina. Padahal, kekuatiran ini tidak dibuktikan secara kasus per kasus namun digeneralisasi hanya berdasarkan "kabar burung".

Kemampuan analisis pelaku jasa keuangan harus ditambah dan diasah lagi. Apakah harus ditingkatkan sendiri? Ataukah kalangan praktisi yang memberikan pendekatan kepada mereka? Boleh jadi juga dibangun interkoneksi supaya ada aliran pengetahuan bahwa permasalahan yang dikuatirkan dapat diselesaikan dengan baik bagi praktisi.

Jika kita semua sebagai anak bangsa Indonesia yang berbakti di sisi praktisi pembangkit listrik ataupun lembaga keuangan maka negeri ini akan terjajah lagi dalam era globalisasi melalui sektor ekonomi.

Serangan ekonomi global menjadikan Indonesia sebagai target pasar dari setiap produk teknologi asing. Manca negara tak memberi kesempatan Indonesia untuk menjadi produsen, namun dijejali dengan aneka produk.

Kondisi ini, seharus menjadi bagian perhatian penting bagi  Kaltim dengan memacu sentra ekonomi terintegrasi. Konsep terintegrasi harus terwujud dengan dukungan awal tersedianya listrik.
Jika tak ada konsep yang jelas untuk membangun Kaltim maka bakal jadi Lemah dan Lunglai ditengah lumbung energi.

Sangatta, 5 Mei 2012.
http://www.facebook.com/notes/syukri-muhammad-nur/kaltim-gelap-dan-lunglai-di-tengah-lumbung-energi/393712760672797